Era demokrasi telah membuka lebar jalan karier dan pendidikan bagi kaum wanita. Kini, wanita aktif berkiprah di panggung politik, menduduki jabatan penting pada perusahaan atau pemerintahan, serta terlibat dalam berbagai organisasi sosial kemasyarakatan.

Keseluruhan peran tersebut tentu tak dapat menggeser tugas utama seorang wanita. Setelah mengakhiri masa lajang, setiap wanita akan dihadapkan pada tanggung jawab baru untuk mengelola urusan rumah tangga, termasuk manajemen keuangan.

Aktivitas ekonomi dalam keluarga bukan berorientasi pada laba, tetapi bertujuan untuk mencapai kapasitas keuangan rumah tangga yang berkelanjutan. Piorkowsky (2000) dalam artikelnya “Household Accounting in Germany” memaparkan dua perbedaan mendasar antara entitas perusahaan dan rumah tangga.

Perusahaan merupakan unit produksi dengan orientasi pada perolehan laba, sedangkan rumah tangga merupakan unit konsumsi dengan tujuan peningkatan kualitas hidup.

Rumah memiliki konsep holistik. Rumah bukan sekedar bangunan fisik sebagai tempat berlindung dan beristirahat, namun juga ladang kedamaian dan kebahagiaan bersama keluarga.

Beranjak pada perspektif keuangan, Walker dan Llewellyn (2000) memaknai rumah sebagai tempat ditemukannya kinerja praktik rasional seperti akuntansi dan teridentifikasinya struktur pertanggungjawaban yang beragam. Akuntansi rumah tangga (Household Accounting) menjadi terminologi penerapan praktik akuntansi pada kehidupan keluarga.

Akuntansi rumah tangga

Di Jerman dan negara-negara Eropa lainnya, pembukuan dan akuntansi rumah tangga telah lama digunakan sebagai instrumen personal dan media manajemen keuangan, materi penelitian ilmiah, pengumpulan data statistik masyarakat, bahan pengajaran dan konsultasi penganggaran bagi institusi pemberi pinjaman dan badan konsumen (Piorkowsky, 2000).

Akuntasi rumah tangga tidak hanya mencakup isu ekonomi domestik, keuangan dan manajemen namun juga melibatkan berbagai ilmu dalam dimensi sosial (Walker dan Llewellyn, 2000).

Praktik akuntansi keluarga bersinggungan dengan sisi emosional yaitu kualitas hidup, dimana terdapat dambaan untuk mengurangi rasa ketidakamanan, rasa bersalah, serta keinginan untuk memperkuat identitas dan kemandirian (Northcott dan Doolin, 2000).

Praktik akuntansi pada rumah tangga tak dapat dipisahkan dari peran wanita sebagai menteri keuangan keluarga. Akuntansi rumah tangga mendukung wanita dalam mengelola rumah tangga secara profesional (Carnegie dan Walker, 2005).

Kompetensi ini membantu wanita dalam mencegah timbulnya kondisi kebanyakan berhutang dan menciptakan kemudahan saat menghadapi kesulitan keuangan rumah tangga (Piorkowsky, 2000).

Northcott dan Doolin (2000) mengidentifikasi empat kategori dalam praktik akuntansi rumah tangga yaitu penganggaran, pencatatan, pengambilan keputusan dan perencanaan keuangan jangka panjang. Penganggaran adalah teknik akuntansi yang paling umum digunakan.

Penganggaran diperlukan untuk merencanakan dan mengendalikan pengeluaran, mengidentifikasi pos pengeluaran yang berlebihan, memenuhi kebutuhan, mencegah dorongan konsumsi berlebih, menghindari jeratan utang, serta mengalokasikan tabungan dan investasi.

Selain itu, penganggaran juga berfungsi untuk memastikan pendapatan jangka pendek dapat memenuhi kebutuhan pengeluaran dengan tujuan jangka panjang.

Penganggaran rumah tangga akan mendorong keterampilan manajemen anggota keluarga. Penganggaran partisipatif dengan melibatkan orang tua dan anak akan mentransmisi praktik pengelolaan keuangan serta menstimulus kesadaran akan nilai uang (Walker dan Llewellyn, 2000).

Pencatatan akuntansi dalam rumah tangga perlu mengedepankan aspek kemudahan, kebutuhan pengguna dan memperkuat manajemen internal (Piorkowsky, 2000). Penyusunan pembukuan atau pencatatan minimal dapat digunakan untuk memantau arus pendapatan dan biaya, saldo kas, asset dan kewajiban. Kemudian, catatan akuntansi tersebut didokumentasikan untuk mengantisipasi monitoring eksternal seperti bank dan audit perpajakan.

Tujuan utama penyusunan laporan keuangan adalah keakuratan dalam pengambilan keputusan. Pembuatan keputusan pada rumah tangga terdiri dari pembiayaan jangka pendek dan jangka panjang, tabungan, serta pemenuhan kebutuhan primer.

Kualitas keputusan yang dihasilkan ditentukan oleh kualitas informasi yang disajikan. Terakhir, pada praktik perencanaan keuangan jangka panjang perlu memperhatikan aspek peningkatan kelayakan rumah, tabungan masa depan, dan partisipasi dalam skema pensiun.

Kesimpulan

Dalam menjalankan fungsi sebagai pengelola keuangan rumah tangga, wanita perlu dibekali dengan kompetensi akuntansi rumah tangga. Teori dan praktik akuntansi rumah tangga dapat ditanamkan baik melalui pendidikan formal maupun pendekatan sosial kemasyarakatan. Misalnya saja melalui pelatihan, pembimbingan, dan pendampingan literasi keuangan bagi ibu rumah tangga.

Manajemen keuangan rumah tangga yang baik akan mencegah timbulnya kesulitan keuangan yang berpotensi menimbulkan masalah sosial dan psikologis seperti stress dalam pernikahan, depresi, perasaan gagal dan tidak berdaya (Northcott dan Doolin, 2000).

Peningkatan kualitas hidup masyarakat Indonesia dapat dimulai dari unit terkecil yaitu keluarga. Pembekalan tentang manajemen rumah tangga seharusnya tidak hanya berkisar isu sosial psikologis namun hendaknya juga mulai menyentuh aspek keuangan.

Dalam skala makro, kompetensi akuntansi rumah tangga bagi wanita dapat membantu pemerintah dalam mencegah kemiskinan, mendorong partisipasi rumah tangga pada produk investasi pemerintah, perbaikan kualitas konsumsi masyarakat dan persiapan generasi masa depan yang melek literasi keuangan.*

*Penulis: Harlinda Siska Pradini