KUPANG, FLORESPOS.ID – Aliansi Mahasiswa Manggarai Raya (AMMARA) Kupang menyatakan penolakan tegas terhadap kehadiran proyek geothermal di Wae Sano, Kecamatan Sano Nggoang, Kabupaten Manggarai Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Karena itu, AMMARA Kupang meminta Pemerintah Kabupaten Mabar segera menghentikan proyek geothermal Wae Sano dan fokus pada peningkatan sektor pariwisata di Mabar.

Ada empat organisasi mahasiswa yang terlibat dalam aliansi penolakan tersebut, yaitu Ikatan Mahasiswa Pendalaman Iman Keuskupan Ruteng (TAMISARI) Kupang, Persatuan Mahasiswa Manggarai Barat (PERMMABAR) Kupang, Persatuan Mahasiswa Manggarai (PERMAI) Kupang, dan Himpunan Mahasiswa Manggarai Timur (HIPMMATIM) Kupang.

Koordinator Umum AMMARA Kupang Adeodatus Syukur dalam sebuah pernyataan pers menilai bahwa kehadiran proyek geothermal di Wae Sano menunjukkan sikap malas Bupati Manggarai Barat Agustinus Ch. Dula untuk mengembangkan sektor primer di Mabar.

Menurutnya, geothermal bukan satu-satunya cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Wae Sano, khususnya, atau Kabupaten Mabar pada umumnya.

Ia meminta Bupati Mabar konsisten terkait pernyataannya pada 18 Februari 2019 lalu yang mengatakan bahwa Pemkab Mabar  akan menghentikan pengerjaan proyek geothermal bilamana warga Nunang harus dievakuasi dari tempat tinggalnya.

Sebab, Pemkab Mabar tidak memiliki lagi lahan lain yang dapat dijadikan pemukiman baru bagi warga Nunang. Alih-alih Pemkab Mabar akan fokus pada peningkatan sektor pariwisata.

BacaTolak Tambang di Matim, WALHI NTT Beri 6 Rekomendasi

Empat Alasan Penolakan

Adeodatus menegaskan, ada empat alasan mengapa AMMARA Kupang menolak pembangunan proyek geothermal di Wae Sano.

Pertama, sumur-sumur pengeboran (well pads) proyek geothermal ini persis terletak di tengah ruang hidup warga setempat yaitu kesatuan yang utuh antara pemukiman, lahan pertanian atau perkebunan, pusat-pusat adat, sumber air, fasilitas publik (sekolah, tempat ibadat, dan fasilitas kesehatan).

Kedua, pembangunan geothermal berpotensi besar akan merusak ekosistem danau Sano Nggoang yang telah lama menjadi bagian penting dari kehidupan warga setempat.

Dengan bentangan alam yang indah, Pemkab Mabar telah menetapkan Danau Sano Nggoang sebagai salah satu destinasi pariwisata potensial untuk kesejehteraan masyarakat.

Ketiga, kehadiran proyel geothermal di Desa Wae Sano juga telah menghadirkan konflik di tengah masyarakat Wae Sano yang telah lama hidup secara harmonis.

Terakhir, pembangunan geothermal juga berpotensi besar merusak ekosistem hutan Danau Sano Nggoang sebagai habitat alami beberapa spesies burung endemik Flores.

Pemkab Mabar sendiri telah menjadikan kawasan hutan Danau Sano Nggoang sebagai aset penting bagi Mabar.

Di mana tempat itu menjadi rumah bagi beberapa spesies burung endemik Flores antara lain: Gagak Flores, Celepuk Flores, Punai Flores, Celepuk Wallace, Celepuk Maluku, dan Sepah Kerdil.

12 Tuntutan

Mempertimbangkan alasan-alasan pokok penolakan proyek geothermal tersebut, Ammara Kupang melontarkan sekiranya 12 tuntutan agar segera proyek geothermal segera dihentikan.

Pertama, mendesak Pemerintah Pusat, dalam hal ini Kementrian ESDM di Jakarta, untuk segera mencabut izin dari PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) sebagai pelaksana proyek.

Kedua, mendesak PT SMI untuk menghargai hak perseorangan ataupun hak ulayat yang sifatnya komunal dan tidak bisa diwakili.

Ketiga, mendesak Bupati Mabar dan DPRD Manggarai Barat untuk menindaklanjuti aspirasi penolakan masyarakat terkait rencana pengembangan geothermal di Wae Sano ke pemerintah pusat.

Keempat, mendesak Pemkab Mabar untuk segera memberi pengakuan terhadap lembaga adat untuk mecegah konflik horizontal yang terjadi pada masyarakt adat.

Kelima, mendesak Pemerintah Pusat untuk menghargai terkait pemberian jaminan kebebasan dari masyarakat setempat sesuai dengan amanat konstitusi.

Keenam, mengajak seluruh elemen masyarakat untuk lebih peduli dan tidak membenarkan segala upaya yang berusaha menimbulkan konflik di tengah-tengah kehidupan masyarakat.

Ketujuh, meminta institusi Gereja Katolik Manggarai di bawah naungan keuskupan Ruteng untuk secara tegas menolak kehadiran proyek Geothermal di Desa Wae Sano.

Kedelapan, mendesak Bupati Manggarai Barat dan Wakil Bupati Manggarai Barat untuk tunduk dan taat pada suara rakyat selaku pihak yang memberikan mandat dan tidak boleh mengangkangi nilai-nilai kebudayaan yang sudah bertahun-tahun menyatu dengan kehidupan masyarakat Wae Sano.

Kesembilan, mendesak pemerintah Manggarai Barat untuk memberdayakan sektor pariwisata Danau Sano Nggoang demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kesepuluh, mendesak pemerintah Manggarai Barat untuk tidak boleh menghalalkan cara-cara yang tidak baik, seperti mengintervensi atau memberi tekanan kepada masyarkat penolak demi meloloskan proyek geothermal di Wae Sano.

Kesebelas, mendesak Pemkab Mabar untuk mengembangkan model-model pembangunan yang ramah lingkungan serta memberdayakan masyarakat setempat di Desa Wae Sano secara khusus dan Kabupaten Manggarai Barat secara umum.

Keduabelas, mendesak Gubernur NTT untuk konsisten dengan pernyataannya terkait moratorium tambang di NTT.

Dalam sebuah pernyataan akhir, Ammara Kupang menilai bahwa tuntutan-tuntutan tersebut perlu direspon oleh Pemkab Mabar, sebab hal itu mendesak demi kehidupan masyarakat Wae Sano itu sendiri.

Bilamana tuntutan tersebut tidak diindahkan, maka Ammara Kupang berniat melakukan demonstrasi besar-besaran dengan menggandeng semua organisasi kepemudaan yang ada di Kota Kupang dan melayangkan mosi tidak percaya kepada Pemerintah Manggarai Barat, Pemerintah Provinsi NTT dan Pemerintah Pusat.

Hasilkan 50 MW

Proyek geothermal di Wae Sano rencananya akan dibangun oleh PT SMI yang ditugasi pemerintah pusat berdasarkan PMK No. 62/PMK.08/2017 tentang Pengelolaan Dana Pembiayaan Infrastruktur.

Proses konsultasi publik atau hearing sendiri sudah dilakukan sejak November 2016. Begitupula Amdal yang ditangani oleh PT Aecom Indonesia.

Berdasarkan kajian awal, proyek geotermal ini menyimpan potensi panas bumi hingga 50 megawatt (MW).

Jika prediksi kandungan panas bumi tersebut terbukti, cadangan tersebut mampu memenuhi tidak hanya kebutuhan di wilayah Flores saja, tetapi juga bisa berkontribusi terhadap kebutuhan panas bumi di Nusa Tenggara Timur, dan bahkan hingga Pulau Jawa.

Menurut data Kementerian ESDM, kebutuhan listrik di Pulau Flores saat ini mencapai 13,5 MW. Yang baru dipenuhi oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) sebesar 4,85 MW.

Di Provinsi NTT, selain Wae Sano, juga ada Ulumbu di Kabupaten Manggarai. Namun, proyek tersebut telah ditangani PLN.*

Artikel SebelumnyaTiga Fraksi DPRD NTT Tolak Pabrik Semen di Matim
Artikel SelanjutnyaMarinir Bantu Perketat “New Normal” di NTT