KUPANG, FLORESPOS.ID – Pukulan virus corona berdampak besar terhadap seluruh penduduk global. Salah satunya menimpa para pekerja migran di berbagai negara.
Sejak beberapa bulan lalu, pemerintah Indonesia secara berangsur memulangkan ribuan pekerja migran Indonesia (PMI) dari sekiranya 11 negara terpapar Covid-19.
Hal itu dilakukan untuk mencegah penyebaran dan penularan virus corona. Namun yang lebih urgen dari pemulangan itu adalah karena terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK), dan penangguhan pekerjaan setelah wabah melanda di negara tempat mereka bekerja.
Selain Jawa Timur sebagai pengekspor tenaga kerja migran terbanyak di Indonesia, Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah salah satu daerah yang juga banyak mengekspor tenaga kerja ke luar negeri, baik legal maupun ilegal.
Data Belum Akurat
Pemprov NTT sendiri sedang berencana memulangkan ribuan tenaga kerja yang terdampak virus corona. Namun sampai saat ini belum memiliki data yang akurat terkait PMI.
Salah satunya terjadi karena masih ada perbedaan data antara Pemprov NTT, dalam hal ini Dinas Koperasi, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi dengan Badan perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI).
Pemprov NTT mengklaim bahwa ada sekitar 4.000-5.000 pekerja migran asal NTT yang akan dipulangkan dengan merujuk pada data penempatan para pekerja migran.
Menurut Kepala Dinas Koperasi, Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Provinsi NTT Sylvia Peku Djawang, data tersebut merujuk pada jumlah pekerja migran yang ditempatkan melalui prosedur resmi seperti mengikuti pelatihan dan tercatat di BP2MI selama kurun waktu 2016-2019.
Itu berarti, para pekerja migran yang mempunyai kontrak kerja dua tahun atau mengalami perpanjangan secara mandiri bisa mencapai 4.000-5.000 orang.
Namun menurut data BP2MI, hanya ada 293 pekerja migran yang akan dipulangkan dengan merujuk pada selesainya masa kerja mereka di bulan Mei-Juni 2020 ini.
Proyeksi data tersebut sesuai dengan data yang tercatat atau teregistrasi pada Sistem Komputerisasi (Sisko) BP2MI.
Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Informasi BP2MI Abdul Ghofar mengatakan, pada masa pandemi ini, BP2MI tidak memasukkan NTT dalam proyeksi pemulangan PMI.
Dengan demikian, dari total 34.300 PMI yang akan dipulangkan, NTT hanya memiliki 293 orang, jauh lebih kecil dari semua daerah di Indonesia.
Abdul menerangkan, memang pekerja migran yang tidak terdaftar dalam Sisko BP2MI tidak termasuk dalam data tersebut. Karena itu, boleh saja terjadi perbedaan.
Hal itu juga terjadi karena PMI yang berangkat secara nonprosedural tidak tercatat, tapi ketika dipulangkan, mereka akan masuk ke dalam Sistem Kepulangan Terintegrasi yang baru diluncurkan Januari 2019 lalu.
“Jadi Sisko BP2MI yang nonprosedural tidak tercatat, tetapi kami punya namanya Sipunten baru di-launching Januari 2019. Sipunten ini untuk mengkover PMI yang pulang dari negara penempatan maupun dari BLK. Nah, NTT sendiri belum saya pilah,” ujar Abdul.
Menanggapi perbedaan data tersebut, Sylvia mengatakan, pihaknya saat ini akan mendata kembali secara bertahap pekerja migran yang dipulangkan.
Sebelumnya, ada 29 orang pekerja migran yang dipulangkan pada 30 Mei lalu. Namun kepulangan mereka bukan karena terpapar Covid-19, melainkan karena dideportasi akibat persoalan seperti kasus narkoba, over stay, dan berstatus ilegal.
“Dari data ini kami sudah berkoordinasi dengan Dinas Ketenagakerjaan di setiap daerah asal untuk dikoordinasikan lewat Gugus Tugas-nya masing-masing,” ungkap Sylvia.
Konsolidasi Data
Sementara itu, anggota DPRD NTT Yunus Takadewa meminta Pemprov NTT segera melakukan konsolidasi data PMI asal berdasarkan sumber yang dapat dipertanggungjawabkan agar kepulangan PMI dilakukan melalui jalur resmi.
Ia pun meminta agar Pemprov NTT menyiapkan seluruh perangkat pelayanan agar benar-benar aktif untuk menerima kedatangan PMI di daerah masing-masing.
“Kedatangan PMI mesti diterima layaknya tamu terhormat yang dijaga dan dilayani dengan baik,” ujar politisi PDIP Perjuangan itu, Rabu (27/5) lalu.
Namun Ombudsman NTT meminta agar para PMI dijaga dan diawai secara ketat guna mencegah penularan virus corona kepada masyarakat lokal.
“Mereka harus diawasi secara ketat masing-masing Pemda di NTT agar tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19,” ungkap Darius Beda Daton, Kepala Ombudsman NTT.*