Florespos.id – Masyarakat Diaspora Manggarai Se-Jabodetabek dan Serikat Pemuda NTT Jakarta menggelar web seminar atau webinar sehari yang dilaksanakan pada, Jumat 17/03/2022.
Webinar yang dilaksanakan dalam ruang meeting Zoom tersebut dihadiri berbagai elemen baik masyarakat maupun aktivis mahasiswa dari setiap daerah, dengan mengangkat tema ”Membongkar Geothermal di Manggarai, Flores-NTT”.
Seminar yang dijalankan merupakan agenda lanjutan dari aksi-aksi sebelumnya baik yang dilakukan oleh masyarakat yang berdampak di Pocoleok, masyarakat Diaspora Pocoleok Se-Jabodetabek dan juga para aktivis mahasiswa yang getol menolak kebijakan Bupati Manggarai.
Baca: Najwa Shihab Disebut Sidak Ruang Tahanan Ferdy Sambo, Temukan Ruang Kosong
Menolak Geothermal di Pocoleok
Dalam web seminar atau webinar tersebut dengan narasumber yang berkompeten dalam bidangnya diantaranya, Bapak Servas Pandur selaku Direktur Risk Consulting Group, Dr. Don K.
Marut selaku Akademisi Binus University, Ernesto L. Teredi selaku Peneliti Lembaga Teranusa Indonesia.
Sebagaimana dalam dalam surat keputusan Bupati Manggarai Nomor HK/417/2022 yang diterbitkan pada 1 Desember 2022, yang mana kehadiran Hery Nabit disambut dengan aksi protes dari 12 gendang masyarakat Poco Leok pada 27 Februari 2023 yang lalu.
Ketua Serikat Pemuda NTT, Saverius Jena dalam sambutan mengawali web seminar sehari tersebut mengatakan bahwa, Webinar yang digelar oleh Serikat Pemuda NTT dan Juga Masyarakat Diaspora Pocoleok merupakan bentuk respons penolakan atas kebjikan pemerintah yang menetapkan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi.
Baca: Muka Mirip Ferdy Sambo, Boris Bokir Diangkat Jadi Kepala Divisi Problem
”Kami tentu bersikap menolak kebijkan Bupati Manggarai atas SK yang dikeluarkan pada tanggal 1 Desember 2022 yang lalu yang justru sangat merugikan ruang hidup masyarakat Pocoleok yang tergabung dalam 12 gendang, dan juga menolak SK Menteri ESDM Nomor 2268 K/30/MEM/2017 yang menetapkan Pulau Flores sebagai Pulau Panas Bumi,” Ujarnya.
Ketua Serikat Pemuda NTT juga menyampaikan bahwa, seminar yang digelar merupakan agenda konsolidasi secara Nasional terutama seluruh organda untuk mengkawal kebijakan Pemerintah yang justru menciptakan konflik sosial, ekonomi dan budaya di masyarakat.
” Ini sangat memprihantinkan, lantaran penambahan titik pengeboran justru mendatangkan konflik horizontal ditengah masyarakat, terutama masyarakat Pocoleok hari ini”, ungkapnya.
Hasil Seminar Tekankan Geothermal Mesti Berbasis Riset
Dr. Don K. Marut selaku Akademisi Binus University, dalam pemaparan materinya mengatakan bahwa, kebijakan pembangunan Geothermal di Wilayah Flores, khususnya di Pocolek mesti berbasis riset yang cukup mendalam dan tidak memunculkan konflik diantara sesama warga serta tidak merugikan aspek sosial, ekonomi dan budaya setempat.
” Pembangunan Geothermal di Pocoleok mestinya berbasis riset yang mendalam dengan tidak menciptakan konflik horizontal ditengah masyarakat. Selain itu juga mesti tidak merugikan aspek sosial, ekonomi dan budaya setempat” tegas Akademisi Binus University tersebut.
Lebih lanjut Bapak Servas Pandur selaku Direktur Risk Consulting Group, menegaskan bahwa penetapan Pulau Flores sebagai Pulau panas bumi sudah ditegaskan oleh Presiden Soekarno dalam pidatonya 1 Juni bahwa tidak dapat dipisahkan antara rakyat dan bumi.
“Pidato Soekarno (ideology) pada 1 Juni 1945 di hadapan sidang BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan), dengan gamblang menyebutkan “Tidak dapat dipisahkan rakyat dari bumi yang ada dibawah kakinya”,” tegasnya.
Ernesto L. Teredi selaku Peneliti Lembaga Teranusa Indonesia, juga dalam pemaparannya menyampaikan bahwa, wilayah Pocoleok yang ditetapkan sebagai wilayah dengan pengembangan titik bor dari Ulumbu justru mendatangkan kerugian yang bagi masyarakat setempat dengan beberapa argumetasi dasar.
Baca: Nama Pramugari Cantik, Cicilia Pinontoan Terseret dalam Kasus Ferdy Sambo
Pertama, Kesatuan kebudayaan seperti setiap acara adat, penti, congko lokap dan caci.
Maka warga Pocoleok selalu bersama-sama untuk menyelenggarakan acara.
Kedua, Kesatuan sosial, seperti adanya gotong royong, yang mana masyarakat selalu bersama-sama.
Kesatuan ekonomi, masyarakat pocoleok sudah banyak yang berhasil menyekolahkan anaknya tanpa harus adanya Geothermal.
Kesatuan Ekologis, Secara topografis tanah di Pocoleok merupakan tanah yang labil dalam artian mudah terjadi lngsor jika hutan dan tanahnya di rusak.